Jumat, 20 Juni 2014

Rinduku Pada Kalian, Orang-Orang Terhebat dihidupku

Assalamualaikum..                                                                             
Apa kabar ayah, ibu dan juga kedua adik manisku, Sisi dan Syafa?
Sedang apa kalian?
Sudah pada makan belum?
Aku selalu berdoa semoga kalian selalu sehat, selalu dalam lindungan-Nya dan selalu diberikan kebahagiaan aamiin.
Aku hanya ingin memberitahukan kepada kalian, bahwa saat ini aku sedang berada pada ruang yang membuat rongga dadaku begitu sesak oleh rindu..rindu pada belaian kasih sayang dan cinta dari kalian, orang- orang terhebat dalam hidupku..

Ayah, aku rindu pada sosokmu yang selalu melindungiku..aku ingin bersandar pada bahumu lalu bercerita tentang semua kisahku selama aku berada dikota satria ini, menuntut ilmu dan berusaha untuk sukses meraih apa yang aku cita-citakan menjadi seorang penegak hukum, meraih apa yang ayah harapkan. Insya Allah yah aku akan segera kembali kerumah bersama kalian..aku tidak hanya akan pulang tapi aku juga akan pulang dengan bergelar sarjana, lalu aku akan segera mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang aku miliki..akan segera mengubah hidup keluarga kita, akan membawa ayah ibu dan adik-adik pada kebahagiaan, Insya Allah.. aku tahu yah, ayah sangat berjuang keras untuk membiayai hidupku disini. Aku tahu ayah sangat lelah walaupun tak pernah ayah katakan, Maafkan aku ayah aku belum bisa menggantikan tetes keringatmu dengan kabahagiaan, maafkan aku terkadang tidak tahu diri disini, boros menghabiskan uangmu untuk hal tidak penting. Ayah sering kali menelpon untuk sekedar menanyakan kabarku, apakah aku sehat, apakah aku sudah shalat, apakah aku sudah makan, apa yang aku makan, dan bagaimana mengenai kuliahku disini. Ayah selalu saja khawatir jika aku tidak memberi kabar. Maafkan aku ayah aku terkadang sibuk dengan kegiatanku di kampus, terkadang sibuk bermain dengan teman-temanku disini hingga lupa memberi kabar pada ayah, bahkan aku lupa menanyakan bagaimana keadaanmu. Maafkan aku ayah. Sungguh aku sangat mencintaimu ayah, jaga kesehatanmu disana. Kelak aku akan menjadi hadiah terindah untukmu  dan akan membahagiakanmu ayah.

Ibu ku sayang, aku rindu akan kelembutanmu, rindu pula akan segala kasih sayang yang selalu ibu berikan untukku. Bu, ibu sehatkan? Aku kangen ibu, aku ingin merasakan kembali kehangatan pelukan ibu seperti terakhir yang aku rasakan saat aku akan kembali pergi ketempat perantauanku. Bu, aku pun sadar ibu tak kalah hebatnya dari Ayah, ibu juga berjuang sekuat tenaga untuk aku, sungguh ibu adalah wanita terbaik dalam hidupku. Aku bangga telah terlahir dari rahim wanita luar biasa seperti ibu. Bu, aku disini seorang diri..aku mengurus hidupku sendiri. Disela-sela aktivitas belajarku aku harus mengurus keperluanku sendiri, mengganti sprei, mencuci baju, menyapu & mengepel. Pastinya yang aku lakukan belum ada apa-apanya dibandingkan dengan yang ibu lakukan dirumah. Dengan melakukan itu semua sendiri, aku sadar bu bahwa tugas yang ibu kerjakan itu sangat melelahkan. Maafkan aku ya bu saat aku masih dirumah dulu aku sering mengeluh jika ibu memintaku untuk membantu ibu melakukan pekerjaan rumah. Aku juga rindu masakan ibu yang menurutku lebih nikmat dibanding koki manapun. Aku ingin sekali bersujud dikakimu memohon maaf untuk semua kesalahan yang aku lakukan terhadap ibu. Doakan aku ya bu agar aku bisa segera lulus dan sukses..

Adik-adikku yang cantik, Sisi dan Syafa bagaimana sekolah kalian? Ka icaa rindu bercanda berbagi tawa bersama kalian de. Kalian jangan suka bertengkar ya sayang, untuk Sisi maaf jika kaka sering kali memarahimu, sungguh si kaka sama sekali tidak ada maksud benci sama kamu. Kaka hanya terlalu sayang sama kamu, terlalu khawatir.. sekarang Sisi ibarat anak tertua dirumah tolong bimbing Syafa, jadi contoh yang baik buat Syafa ya sayang. Sekarang Sisi sudah menjadi remaja yang manis, hati-hati dengan pergaulan ya de. Tolong kamu bantu ibu juga dirumah, jika kamu dimarahi ayah dan ibu, percayalah itu suatu kenikmatan yang kaka rindukan disini, karena marah ayah dan ibu merupakan bentuk perhatian de, kaka disini tidak ada yang marahi de, jika kaka telat bangun karena terlalu lelah dengan aktivitas kaka dikampus dan akhirnya meninggalkan Shalat subuh, tidak ada yang peduli.. tidak ada ayah yang akan berteriak membangunkan agar shalat subuh seperti dirumah. Sisi jangan pernah merasa kaka pilih kasih ya sayang, kaka sayang sama Sisi tak ada bedanya seperti kaka menyayangi Ayah,Ibu dan Syafa. Belajar yang rajin ya de.
Untuk Syafa mungkin kamu masih terlalu kecil untuk mengerti arti rindu kaka.
kamu gimana dikelas? Temanmu tidak ada yang menjailimu kan de? Kamu jangan nakal ya. Kaka ingin bobo bareng kamu, ingin mendengarkan cerita kamu tentang teman-temanmu dikelas. Kaka sayang papa, maaf ya sayang kaka tidak bisa menemanimu bermain barbie,  tidak bias mengajarimu mengerjakan tugas sekolahmu. Jika kaka pulang kamu pasti menjadi sangat manja denganku, itu yang membuat aku selalu merindukanmu.


Minggu, 01 Juni 2014

Jarak


Awalnya aku yakin bahwa kalaupun aku dan kamu harus berjarak, itu hanya akan menjadi sebuah formalitas belaka. Iya, anggap saja saat ini aku tengah berbincang. Dengan Tuhan, dengan malam, termasuk, kamu pun sah-sah saja menganggapku tengah berbincang denganmu. Karena sebenarnya, mungkin kamu harus tahu meski tak ingin mengetahuinya; hatiku tak pernah berhenti mengajakmu berbincang. Lagi-lagi, walaupun kita sama-sama tak bisa memungkiri jarak ini. Dan aku pastikan sepenuhnya kemurnian hati ini pada setiap perbincangan. Pada setiap kalimat. Setiap kata. Juga setiap makna. Kamu tahu, aku telah berusaha keras menyeimbangkan perasaan dan logika untuk bentangan jarak di antara kita. Tapi apakah kamu juga tahu? Setinggi apapun perempuan mengagungkan emansipasi, mereka tetap lebih sering berucap “aku rasa”dibanding “aku pikir”. Belakangan, setelah kamu mengakui jarak ini sebagai ancaman, aku pun berpikir tentang takdir. Seperti barisan huruf dalam sebuah dongeng, “kita tidak ditakdirkan bersama”. Tapi perasaanku tetap begini adanya. Aku mencintaimu. Masih. Dan untuk selalu.
Apapun yang kemudian kamu lakukan pada ujung jarak ini, biar saja waktu yang mencatatnya. Aku bisa menyadari semua kenyataan yang terjadi. Tentu pahit mendapatimu berpaling ke hati yang lain. Jadi, rasa ini mutlak benar dan tak sanggup kupungkiri, aku cemburu. Logikaku mendebat keras saat aku masih terus berharap kamu akan kembali bersama kasih sayangmu yang dulu. Bodohnya aku! Benar, bodoh! Bodoh lagi jika aku harus menahanmu dalam keterpaksaan jarak.Untuk saat ini, ku ikhlaskan saja kamu berkelana indah bersamanya. Barangkali memang seperti ini Tuhan mengatur plot kisahmu dan aku. Harus ada dia ─perempuan lain─ yang turut hadir diantara kita. Alur kisah ini menerangkan bahwa kamu sedang diberi waktu oleh-Nya untuk hinggap di dahan yang lain, untuk sebuah ajaran perbandingan.Sebab jika Tuhan memberimu kesempatan bertengger pada satu dahan saja, kamu takkan pernah memahami dahan mana yang terkuat. Mana yang paling nyaman. Dan mana yang tulus serta mendamaikan.
Kamu tahu? Sekali lagi kalaupun kamu tak ingin mengetahuinya, aku yakin kamu masih akan mendengar perbincangan hati ini. Cinta bukan satu-satunya alasan untuk kita saling dekat. Kenapa sampai ada jarak antar dua provinsi? Ya, aku tahu kamu tahu. Aku harus menuntut ilmu untuk kelak aku benar-benar menjadi perempuan yang pantas kamu cintai. Di sini, setelah jarak itu lahir, kamu pikir aku akan melupakanmu begitu saja? Tidak. Meski pernah kucoba untuk mengabaikanmu, hingga aku menyadari kebenaran satu teorisederhana tentang cinta. Kian keras aku berusaha mendetail kekuranganmu dengan maksud melupakan, yang terjadi justru aku kian meleburkan diri untuk bisa melengkapimu.
Pergilah! Lakukan peran berkalanamu itu.Berteduhlah di dahan-dahan pohon manapun yang kamu suka. Dari peran itu aku percaya kelak kamu akan mendewasa. Mendewasa dan pantas ku kagumi, mampu kupanuti. Dalam perbincangan ini pula ingin ku sampaikan bahwa kamu adalah laki-laki sempurna setelah ayahku. Aku bahagia bersamamu. Dan selalu kusebut pada tiap untaian doaku; kebersamaan kita tidak sekadar pada hitungan ‘seratus delapan puluh sembilan’ hari. Doa, iya, doa. Jika kerinduan adalah refleksi dariformalitas jarak yang membentang, maka aku meyakini doa adalah semurni-murninya cinta.
Aku pun berada pada garis peranku sekarang, seorang perempuan yang ingin menutup mata lekat-lekat. Walaupun mungkin kamu akan bertanya-tanya kenapa sampai aku tega menjarakkan diriku sendiri padahal itu menyakitkan di pihakku. Aku menjauhimu di ‘dunia biru’. Mencoba tak acuh pada hari-harimu yang baru. Dan menyibukkan diri di duniaku sendiri, termasuk menata mimpi-mimpi lain dan meraihnya. Kutegaskan, aku perempuan yang sedang menutup mata. Tapi perlu kutegaskan lebih jelas lagi, bahkan dalam halusinasi pun aku tak pernah membencimu. Aku perempuan yang ketika harus membuka mata tak perlu mendapatimu bersamanya, -perempuan lain- itu.
Pada akhirnya aku kembali beranggapan jarak hanya sebuah formalitas. Karena tadi, aku tak berhenti berdoa untukmu. Untuk kita. Dalam perbincangan ini sungguh pun aku menyertainya dengan doa-doa. Pada akhirnya juga aku tahu bahwa doa merupakan keseimbangan antara “aku rasa” dan“aku pikir”. Sekarang tak perlu sebut-menyebut perkara emansipasi wanita, yang jelas dengan mencintaimu aku merasa keseimbangan itu nyata. Perihal kamu pulang padaku atau tidak, biar Sang Waktu yang memutuskan. . .


Purwokerto, 29 Maret 2013
Dari Rissa Pramudiani, untuk‘kamu’..